Postingan

KECEWA

  Kecewa datang tanpa mengetuk pintu, masuk dan duduk di ruang tamu. Ia tak bicara apa-apa, hanya menatap dengan mata kosong.   Ia tidak marah, hanya enggan menjelaskan apa yang patah. Seperti gelas yang jatuh pelan-pelan, tapi cukup untuk tak bisa digunakan.   Kadang kecewa cuma ingin didengar, bukan disuruh pergi. Tapi siapa yang mau tinggal bersama perasaan yang tak selesai?   Ia pun akhirnya pergi sendiri, meninggalkan jejak di bantal dan tatapan kosong di cermin yang tak tahu harus menatap siapa.

BISU

Bisu bukan berarti tak punya suara, tapi tak tahu harus berbicara kepada siapa. Ia duduk di bangku taman sambil menatap angin yang tak menjawab.   Di dadanya banyak kalimat yang tak sempat ia lahirkan. Mereka tumbuh jadi batu kecil yang berat di setiap tarikan napas.   Orang-orang mengira ia pendiam, padahal ia hanya takut kalau kata-katanya tak sampai ke telinga yang tepat.   Maka ia pilih diam selamanya, karena di dalam diam ada puisi yang lebih jujur daripada percakapan.

Kaca Mata

  Kaca mata itu retak sebelah, tapi ia enggan menggantinya. Katanya, “Biar dunia terlihat setengah rusak— agar aku tak terlalu berharap.”   Lewat lensa itu ia melihat kenangan yang kabur tapi hangat. Orang-orang lewat seperti bayangan, tak jelas, tapi cukup untuk dikenang.   Ia bersihkan kaca dengan ujung baju, tak ingin terlalu terang, karena kadang terang malah bikin silau dan salah jalan.   Kaca mata itu bukan alat bantu lihat, tapi jendela kecil ke masa lalu yang belum sepenuhnya ia relakan.

CERMIN DI KAMAR

Cermin ini tak pernah berdusta, ia memantulkan wajah lelah dan mata yang kosong, tanpa riasan, tanpa rencana. Setiap pagi aku menatapnya, berharap menemukan seseorang yang bisa kupercaya hari ini. Tapi yang kulihat hanya aku, dengan tubuh yang berusaha tumbuh dan hati yang ingin sembuh.

Bukan adik kecil lagi

Kue tar datang lengkap dengan lilin dan harapan. Sambil tersenyum, aku meniupnya pelan-pelan, takut jika bersama nyalanya, doa-doaku ikut padam perlahan. Tapi yang padam bukan hanya nyala. Ada yang ikut redup dalam dada: sebuah kesadaran kecil bahwa masa kecil sudah lama pamit tanpa sempat terucap permisi. Orang-orang tertawa dan bertepuk tangan, aku ikut tertawa, meski dalam hati bertanya: "Sejak kapan aku jadi terlalu tua untuk berharap hadiah berupa mainan?" Dulu aku ingin cepat dewasa agar bisa tidur larut, makan sesukanya, dan memutuskan segalanya sendiri. Sekarang aku ingin jadi anak-anak lagi: cukup menangis bila sedih, dan selalu ada yang memeluk meski tak diminta.

Teruntukku

  Selamat, wahai aku yang tetap bertahan meski sering ingin menyerah, yang pura-pura kuat meski sebenarnya hanya ingin dipeluk diam-diam oleh waktu. Terima kasih sudah tumbuh, meski tak selalu utuh. Sudah berjalan jauh, meski kadang tanpa arah yang pasti. Sudah belajar tersenyum, meski dunia tak selalu lucu. Tak perlu pesta, tak perlu kue, cukup secangkir doa dan secuil jeda— untuk mengingat: bahwa menjadi diriku sendiri adalah hadiah paling sunyi, dan paling berarti.

Untuk Aku yang Masih Ada

Gambar
  Selamat untukmu, yang telah bertahan sejauh ini, melewati hari-hari yang tak selalu ramah, dan malam-malam yang sering tak ingin tidur bersamamu. Terima kasih, karena tak pergi meski pernah ingin menghilang. Karena masih bangun setiap pagi, meski semalam sempat berpikir: “Untuk apa lagi?” Tak semua orang tahu betapa beratnya menjadi aku, dan aku pun tak pernah benar-benar bisa menjelaskannya. Tapi hari ini, aku berani berkata: "Aku bangga padamu, wahai aku." Karena kau masih di sini, masih bernapas, masih mencoba pelan-pelan mencintai hidup yang tak selalu mencintaimu kembali.

Surat Terakhir Matahari

 Setiap pagi, Dia menulis surat, bukan dengan tinta, melainkan dengan nyala yang melelehkan huruf sebelum sempat sampai ke Bulan. Tapi Bulan selalu tahu. Dia hanya berkata, "Kita bahas nanti," dan bersembunyi di balik bayang-bayang yang tidak pernah ia usir. Matahari menunggu. Dia menitipkan cincinnya ke Saturnus, mengirim salam lewat bintang jatuh, dan akhirnya berhenti berotasi hanya agar semesta tahu ia serius dalam menunggu. Langit pun kacau. Orbit berpindah. Waktu tersedak diam. Sampai Bulan menusukkan senyapnya tepat di dada terang itu, di atas langit senja yang perlahan memerah bukan karena cinta— tapi karena darah. Namun Matahari tak mati. Ia abadi seperti rindu yang keras kepala. Matahari bangun dari kubur cahaya, mengumpulkan serpih dirinya yang berserakan di dunia luka yang tak bisa disebut luka, karena ia tetap bersinar. Dan tiap kali melihat Bulan di ujung cakrawala, ia tersenyum dan berkata: "Kau terlalu indah untuk kusala...

KAMAR MANDI

Di kamar mandi aku bukan siapa-siapa: bukan murid yang dituntut, bukan anak yang ditakut-takuti, bukan kekasih yang harus bisa segalanya bukan juga teman yang harus selalu ada.   Hanya seonggok tubuh dan suara air yang tidak menuntut apa-apa dariku, kecuali kesediaan untuk hening Mendengarkan suara berisiknya Aku pernah curhat pada sabun, minta peluk pada handuk, dan berdamai dengan bayangan yang mengembun di cermin. Di kamar mandi, aku sering sembuh tanpa obat. Dan kadang retak tanpa ada yang sadar.  

UTUH

aku ingin menjadi utuh, bukan sempurna. karena sebuah sendal pun selalu dijual berpasangan, bukan karena mereka identik, tapi karena mereka saling menerima arah yang berlawanan. aku ingin menjadi utuh: dengan pagi yang kadang kesiangan, wajah yang terlalu kusam, tangg jawab yang terkadang ku tinggal pelan dan doa yang nyasar ke nomor masa yang telah lama kutingalkan. aku sudah lelah mengejar versi terbaik diriku yang selalu berubah alamat, tak pernah bersykur medapat nikmat dan surat-surat yang kutulis dengan pensil murahan hanya kembali padaku dengan perangko yang makin kusam dan penuh tanda tanya. utuh itu tahu bahwa masa lalu punya hak tinggal, bahwa tawa kadang tak selalu punya alasan, dan bahwa mencintai diri sendiri tak harus lulus ujian jadi orang lain. jadi biarkan aku duduk di bangku taman dengan jilbab kusut dan puisi setengah jadi. aku tak mau jadi patung pahlawan, cukup jadi manusia yang bisa jatuh, dan tetap datang ke hidup, esok pagi— dengan langkah y...

KOSONG

Aku menulis di atas kertas yang tidak ada. Kertasnya mungkin malu, karena jariku terlalu sering lupa menyentunya. Di depanku, cermin menatap tanpa berkedip. Katanya, wajahku seperti puisi yang belum selesai. Tapi siapa yang mau menyelesaikannya kalau bait pertamanya saja sudah hilang? Ibu pernah bilang: "Kalau kamu hilang, pulanglah lewat doa." Tapi aku sering tersesat, masuk ke ayat-ayat yang tak kupahami. Hari ini aku memeluk bayanganku sendiri. Hangatnya cukup, untuk membuat aku percaya bahwa kesendirian bisa juga jadi tempat tinggal.

AMBISIUS TAPI MALAS

 Aku ingin terbang tinggi, tapi sayapku masih kutaruh di lemari. Aku ingin jadi bintang, tapi ranjang selalu menarikku pulang. Rencana-rencana hebat kutulis rapi di buku catatan, lalu kututup dengan anggun dan pelan, untuk kemudian kusimpan, dan kulupakan. Aku ingin mengubah peradaban, tapi nanti, setelah rebahan. Aku ingin berlari ke masa depan, tapi langkahku terjebak di persimpangan: mimpi yang besar, semangat yang hambar, dan kantuk yang tak kenal ajar. Mungkin esok aku akan memulai. Mungkin lusa akanku coba lagi. Atau mungkin… ah, sudahlah. Hari ini aku ingin istirahat dulu.

BERMALAS- MALASAN DENGAN ELEGAN

 Aku malas, tapi dengan gaya. sebenarnya bukan malas, hanya saja, berusaha mengambil langkah minimal, untuk mencapai hasil maksimal. Tak perlu terburu-buru, biarkan dunia yang menyesuaikan langkahku. Aku rebahan, tapi penuh strategi dan pemikiran. Otakku berjalan, sementara tubuhku tetap terbaring dengan nyaman. Tugas? Aku kerjakan. Tapi nanti. Setelah secangkir kopi, setelah seuntai puisi, setelah merenung tentang kehidupan, menikmati keadaan, setelah… setelah… ah, lihat nanti. Aku bukan pemalas, hanya memberi waktu untuk ide-ide tumbuh. Seperti pohon, yang tampak diam, tapi diam-diam berakar semakin dalam. Maka biarkan aku begini, terlihat tak sibuk, tapi sebenarnya sedang bekerja… di dalam kepala.

Antara Catatan Dan Percakapan

Di antara lembar-lembar agenda, kau dulu hanya nama yang kutulis, instruksi yang kuterima, perintah yang tak boleh terlewat. Dingin, formal, tanpa jeda, aku si penyusun kata, "Semua telah tuntas"—singkat, tak berbalas. Catatan tersusun rapi, instruksi datang tanpa basa-basi. Tapi waktu punya cara sendiri, memecah dinding yang dulu tinggi. Mulai ada obrolan kecil di sela tugas, tentang kopi yang terlalu manis, tentang rapat yang terasa tak habis, tentang waktu yang mulai terkikis. Kau mulai bertanya, bukan hanya menetapkan, aku mulai menjawab, bukan hanya mengangguk. Dan di antara catatan-catatan yang dulu kaku dalam agenda, terasa ada ruang baru, tempat kepercayaan tumbuh tanpa suara. Kini, tiap pagi bukan sekadar sapa, melainkan perbincangan sebuah keluarga.

Percakapan yang Tertunda

Kita duduk berhadapan, Meja kopi di antara jarak yang tak terlihat. Kau akan berbicara, aku berusaha mendengarkan, tapi suara kita tersangkut di kerongkongan, seperti janji yang tak sempat pulang. "Kita baik-baik saja, kan?" tanyamu tanpa suara, hanya tatapan yang retak di ujung mata. Aku ingin menjawab, tapi kata-kata sering kali adalah teka-teki yang membuat kita tersesat: antara ingin dimengerti dan tak tahu bagaimana menjelaskan diri sendiri. Di meja itu, kopi semakin dingin, waktu terlipat tanpa pamit, dan kita hanya diam, seolah diam adalah bentuk lain dari sebuah rasa  yang terlalu lelah untuk berbicara

JANUARI

Januari berbicara dengan isyarat cuaca. Panas, hujan, sejuk dan berawan. Seperti rindu, adalah cuaca yang tak mengenal arah. Tentang arah perbincangan denganmu, dari matamu, aku mencari arah mata anginku. Di sela sela persuaan kita, aku tersesat. Januari bercerita, Dia menemukan serpihan luka, dari persinggahan di waktu lalu. Menemukan setetes embun, dari daun- daun yang tak ragu menyapa. Dan aku ingin terbang, bersama kawanan capung, dan menyelam menyapa batu karang. Untuk menjelaskan kegelisahanku.

HUJAN DESEMBER

 Hujan Desember mengetuk jendela. Seperti tamu lama yang telah lupa rumah. Ia datang membawa cerita: tentang daun- daun yang gugur, tentang langkah- langkah yang tertinggal di trotoar, tentang suara yang hilang di ujung telepon. Aku duduk di ruang tamu. Membaca hujan yang mengalir dari matamu kau bilang, " hujan ini seperti kita, datang sekejap, lalu menggenang" Di luar hujan terus jatuh tanpa suara Aku ingin bertanya: apakah ini perpisahan, atau hanya cuaca?

Kota Menara

Gambar
  Rinduku menguap menurunkan hujan di pelupuk mata. Teringat genangan- genangan kenangan di sepanjang jalanan kota menara. Harapanku lebih tinggi dari menara itu. Namun nyaliku, lebih rendah dari pada sujud para peziarah. Hanya tangan yang tak pernah lelah menengadah, untuk meminta hadian, seindah senyummu.

Ruang

Kau hanya membukakan pintu, Hanya menyuguhkan cangkir, Tanpa seduhan kopi. Bagaimana aku akan masuk dan menikmatinya? Sementara aku tak mungkin lancang Dengan duduk di sebelahmu, Dan bersandar di bahumu. Tanganmu terlalu jauh untuk kurengguh, Terlalu dekat untuk ku abaikan.

KALENG MERAH

 KALENG KHONG GUAN Berisi alur kehidupan. Kadang biskuit, kadang rengginang, kadang juga tape ketan. Mengikat paradoks, Megah dari luar, tapi penuh tipuan di dalamnya. Kompleks dari luar, tapi sesederhana itu di dalamnya. Seperti para tetangga- tetangga, Di luar berkaleng khong guan, tapi omongannya  seperti rengginang, kriuk- kriuk. Seperti para petinggi- petinggi negri ini. Di luar berkaleng khong guan, tapi isinya tape ketan. kenyataan yang difermentasikan, untuk kemudian disajikan. Seperti juga roda kehidupan. Terus berputar, kadang manis, kadang gurih, kadang juga masam. Terima kasih untuk  rengginang dan tape ketan. Telah mempertahankan rasa percaya diri tuan rumah, dan melestarikan budaya untuk tetap menyajikan kaleng merah.  Terima kasih, Khong Guan

Kecerdasan Intrapersonal untuk Indonesia Emas 2045 - TIMES Indonesia

Gambar
  Menjelang tahun 2045, yang menandai satu abad kemerdekaan Indonesia, negara ini diprediksi akan menjadi pusat perekonomian terbesar keempat di dunia menurut paritas daya beli PDB, dan terbesar kedelapan menurut PDB riil. Prediksi ini menggambarkan potensi Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi dan keluar dari jebakan kelas menengah. Visi Indonesia pada tahun 2045 adalah menjadi negara yang kuat, sejahtera, inklusif, dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, Kamar Dagang dan Industri Indonesia telah melakukan survei melibatkan asosiasi, akademisi, serikat pekerja, organisasi keagamaan, serta pemangku kepentingan komersial dan industri di seluruh tanah air guna mengembangkan Peta Jalan Indonesia Emas 2045. Presiden Joko Widodo mengungkapkan, “Mencapai Indonesia Emas 2045 memerlukan implementasi yang cerdas, dan kita sangat membutuhkannya. Hal ini memerlukan kepemimpinan yang bijaksana, kuat, berani, dan diselesaikan dengan strategi serta keberanian.” Namun, m...

(माया)

Aku ketakutan... Kau tau, betapa takutnya aku?! Takut tentang hal, yang pernah kubincangkan dengan mu. Ingatan tentang hal itu, terus menghantuiku. Seperti hantu yang terus membayang- bayangiku. Memang.. Ingatan itu adakalanya harus cukup kuat, untuk menjadikan masalalu sebagai pelajaran.  Dan adakalanya harus cukup lemah, agar kita terus bisa melaju ke masa depan. Namun, hal ini datang tanpa bisa kukendalikan,  kadang kuat, kadang lemah. Dia berkelebat, kemudian mencekam. Mengingatnya saja mampu membuat dadaku seakan sesak. Seperti ditampar, dihantam, dan dihempaskan. Karena hanya padamu semua perihal itu kuceritakan. Kini, ketika kita asing, aku tak tau.. Harus mengatakannya pada siapa, harus menceritakan kemana, dan harus bersandar dimana... Bukanya aku tak bisa tanpamu, tapi ku hanya terbiasa dengan kehadiranmu, dan kini ku kehilanganmu, ditengah- tengah kecemasanku. Seperti biasa, ku selalu mengharap doa yang terbaik darimu...

Renjana

Gambar
  Pernah terbuai kemudian terkulai. pernah bersandar hingga terkapar. berusaha menghapus keinginan bersua. karena yakin, cerita esok tak akan lagi sama. kiniku hanya mampu menggenggam  erat renjana, dalam peluk amrita, hingga paripurna.

Antara

Gambar
You say you love rain, but you use an Umbrella to walk under it You say you love sun, but you seek shelter When it is shining You say you live wind, but when it comes You close your windows So, that’s why I’m scared when you Say you love me ***  Walaupun dia buatku nyaman.. Karenaku tak ingin munafik untuk tidak mengakuinya. Insting seorang wanita yang hanya ingin melindungi hatinya,  yang telah terluka agar tak menambah rasa sakitnya.  Maaf, entah siapa yang memulai,  yang pasti tak perlu mencari 'siapa yang salah',  singkatnya 'tidak ada yang salah dan tidak ada yang perlu dimaafkan'.  Hanya tak yakin masing- masing diri kita sama- sama saling menginginkan.  Kau hanya menemukanku, bukan aku yang kau inginkan. Aku memilih jalanku dan aku tau pilihanmu. Mungkin kau juga menjadi penyembuhku,  tapi tak inginku memanfaatkan kebaikanmu hanya untuk menjadi obat penyembuh luka yang telah digoreskan orang lain.  Percaya bahwa kau orang...

maaf

  “ maaf ya” “ untuk?” “ semuanya” “ maksudnya?” “ tentang semua yang pernah terjadi” “ nggak ada yang salah, dan nggak ada yang perlu untuk dimaafkan” “ terima kasih” “iya,   sama- sama” “makasih” “ kok makasih lagi?” “ iya biar sama- sama lagi.”

the end

Gambar
Ternyata Sesingkat ini , Semua terasa ketika sudah diakhir. kenyamanan, kedekatan, kebersamaan dan kekompakan. Tapi entah mengapa, ketika semakin sedikit lagi, waktu yang tersisa semakin terasa panjang. Bukan apa, aku hanya berusaha menikmati tanpa takut terbayang- bayang dengan perpisahan. Persuaan, candaan, kegaduhan dan letupan- letupan kebahagiaan lainnya akan tetap menggema memenuhi udara, tersimpan dilapisan tembok- tembok yang akan semakin pudar, di lemari kayu itu, yang kita buat bersama- sama diwaktu lalu yang mulai usang, pun ikut menyimpan potongan- potongan alur kehidupan kita di ruangan lebar ini. Alunan jrigen dan tamborin biru itu, yang dibawakan bapak dua tahunlalu, yang selalu dimainkan beserta bait- bait nadzompun tak kalah memenuhi sisa- sisa sudut ruang yang menjadi saksi bisu semua pertemanan kita. Walau tak selalu tentang tawa, tapi bersama kalian, aku merasa ada. Ada di tengah- tengah keluarga cemara yang selalu memberi kehangatan dan ruang untuk saling mengerti ...

khidmah

Gambar
Gak tau kenapa, tiba- tiba pengen nulis ini aja. KHIDMAH SANTRI, sebuah ajang untung beberapa orang santri berkhidmah kepada masyarakat, juga lahan untuk kita mempelajari bagaimana kehidupan setelah kita boyong kelak.  Berjumlah 12 orang, kami menempat di sumber jambe, bangorejo, Dirumahnya pak lurah. Mungkin pandangan sebagian orang, kami disini enak- enak, seneng- seneng, hapy, gak mumet mikir seng enek nek pondok. Persetan sama semua itu. Memang jiwa kita, fikiran kita disini, tapi separuh hati kami masih tertinggal di ruangan aula lantai 3 itu, yang setiap pagi, siang, malam selalu kami datangi selama 3 tahun terakhir ini, bersama mereka 28 orang yang juga melakukan hal yang sama.  Kami disini juga punya tanggungan lain, menjadi brosur dari sebuah lembaga baru, menyangga nama sebuah yayasan yang tengah menjulang tinggi, menjaga martabat daerah, dan tentunya harga diri diri ini. Kami sering tidur gak nyenyak gara- gara bingung besok masih mau nyampein materi apa...

paradoks yang agung

Gambar
 teringat ketika pernah mendengar " Sebenarnya tak ada niatan dari dalam hati untuk........." Memang, yangharus digaris bawahi adalah kata sebenarnya karena bisa jadi ada kalimat revisinya (maksud dari setelahnya). Lagian itu udah dulu banget pernah dengernya. ***  " Hahaha dasar Indonesianable"  "Konsekuensi hidup di negara yang stuck dengan sebutan berkembang " " Gimana mau maju, kualitas otaknya aja masih kayak gitu" "Eh but, yang salah bukan negaranya kalik" "Iya emang,kan pemicunya orang- orang didalamnya" "Emangsih kalimatnya pasti ngademin" "Hahaha.. lain dimulut lain dihati" "Penyegar doang" "Kadang suka bingung sama sikapnya" "Main tarik ulur kayak layang- layang" " Anjir sakit" "Huh dasar" " Dan kita korbannya"  " Btw, kita termasuk pemicu nggak?"  " Mana ada pemicu, kelinci iya " " What?" Aku Yan...

malam kamis

Gambar
Malam ini hujan deras, dan aku berfikir atasnya. Sambil merekam setiap detik kejadiannya. Membasahi kubah, atap mushola, genting asrama dan jalanan paving yang tak tertutup esbes. Dari seng yang tertancap di tepi atas jendela, mengalir butiran air yang menimbulkan irama karena membentur keramik yang mulai melumut karena tak ikut tertutup payung - payung. Sayup terdengar, mereka yang masih terjaga entah melakukan apa. Yang sedang berbincang, atau sekedar mencoba mengulas ilmu atau bunyi krusak - krusuk mereka yang sedang terjaga karena menjaga agar tak ada yang tau tentang aktifitas mereka. Mungkin mereka tak menyadarinya, hanya aku, yang sedang merenung. Mencoba memikirkan dan ikut hanyut dalam aktivitas malam ini. Hujan Kau jatuh, bukan hanya sekedar isyarat dari sendu, pilu, rindu, tapi juga adegan dari sebuah kebahagiaan. Rasa syukur dari awan yang telah menampung banyak kadar air, yang secara naluriah, biasanya air mengalir kebawah. Namun kini, sampai juga dia pada awan...

Hari guru

Pahlawan tanpa tanda tanda jasa Pahlawan yang tak akan lekang oleh masa Yang tak akan pernah luput dari lantunan bait- bait doa Yang tak akan pernah bisa terbalaskan semua jasa- jasanya Namun, dibalik semua itu masih banyak manusia yang memandangnya sebelah mata Sekedar memandangnya dari satu sisi saja  Bahkan semena- mena memandangnya dari  sisi kekurangannya Mereka tak ada yang pernah tau, lelah, letih hari- harinya Menyiapkan mental pendidik untuk membentuk karakter para penerus bangsa Karena tak ada guru yang terlahir sempurna Mereka tetaplah manusia yang hadir dengan segala keterbatasannya Merekalah guru yang tercipta ketika didalam kelas, belajar bersama dengan anak_ anak didiknya

Dirgahayu

Gambar
Sedikit mau cerita,, Pas acara 17an kemarin kelas kami ikut lomba memasak, brandnya "chef nusantara" , dan kelas kami ambil tema summer ala piknik gitu. Pagi itu Konsepnya, 6 staf ahli masak dari kelas kami dikerahkan khusus untuk membuat menu penilaian, dengan beberapa hidangan menarik; ayam pedas, capcay, telur puyuh, sosis rol, dissert dan minuman. Karena ini tentang makanan, diakhir cerita pastilah semua orang harus makan, maka dari itu, sisa anggota yang lain, beramai- ramai  memasak makanan untuk dimakan bersama dengan menu; nasi kost, tempe penyet,telur ceplok, dan sisa sayur dari menu utama. Dari mana dananya? Ya iuran lah.. 15k per anak. Tanpa memandang dompetpun ternyata berjalan mulus, walaupun hal ini membuat sebagian  kami justru tidak merdeka alias terbelit hutang. Acara yang tak terlalu asyik dan tak juga meriah itu berjalan tak menimbulkan grundelan sama sekali.   Selama proses perlombaan semua berjalan sesuai job masing- masing; bagian menu ut...

Tapak

Gambar
Aku tak berpijak pada bumi yang  retak, Namun semuanya serasa tak bisa merekat, Tercerai berai dalam fikiranku. Aku tak mampu berjalan maju, Melompat kedepan untuk menuntaskan harapan, Dengan rindu yang masih tak bertumpu, Hanya mengharapkan waktu segera berlalu, Dan menemukan perekat jalan pintas, Untuk menggabungkan antara angan dan kenyataan yang terlintas.