Bukan adik kecil lagi

Kue tar datang lengkap dengan lilin dan harapan.

Sambil tersenyum, aku meniupnya pelan-pelan,

takut jika bersama nyalanya,

doa-doaku ikut padam perlahan.


Tapi yang padam bukan hanya nyala.

Ada yang ikut redup dalam dada:

sebuah kesadaran kecil

bahwa masa kecil sudah lama pamit

tanpa sempat terucap permisi.

Orang-orang tertawa dan bertepuk tangan,
aku ikut tertawa,
meski dalam hati bertanya:
"Sejak kapan aku jadi terlalu tua
untuk berharap hadiah berupa mainan?"

Dulu aku ingin cepat dewasa
agar bisa tidur larut,
makan sesukanya,
dan memutuskan segalanya sendiri.
Sekarang aku ingin jadi anak-anak lagi:
cukup menangis bila sedih,
dan selalu ada yang memeluk meski tak diminta.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUJAN DESEMBER

KALENG MERAH

Percakapan yang Tertunda